Pengantar
Tauhid Uluhiyyah adalah konsep dasar dalam ilmu tauhid yang membahas tentang sifat-sifat Allah yang berkaitan dengan akidah dan keesaan-Nya. Dalam kitab Kifayatul ‘Awam, pembahasan mengenai Tauhid Uluhiyyah menekankan pada pemahaman mendalam terhadap sifat-sifat yang wajib ada bagi Allah, yang berjumlah 20. Setiap sifat ini memiliki dalil rasional dan pemahaman yang berbeda di kalangan ulama. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai sifat pertama dari sifat wajib bagi Allah, yaitu sifat Wujud (الوجود), serta argumen logis yang mengukuhkan keberadaannya.
A. Sifat Wajib bagi Allah: Sifat Wujud (الوجود)
Sifat Wujud merupakan salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh Allah. Di kalangan ulama kalam, terdapat dua pendapat utama yang menjelaskan sifat Wujud ini:
- Pendapat Pertama: Wujud Sebagai ‘Haal’ (Keadaan Tetap bagi Zat)
Menurut ulama selain Al-Asy’ari, wujud didefinisikan sebagai keadaan yang wajib bagi zat selagi tetap, dan tidak muncul dari yang lain (illat). Artinya, sifat Wujud tidak dihasilkan oleh sifat lain, melainkan melekat secara langsung pada zat yang dimilikinya. Misalnya, keberadaan seseorang (Zaid) adalah keadaan yang pasti tetap pada zatnya dan tidak tergantung pada kondisi eksternal lainnya.
Pendapat ini menjelaskan bahwa Wujud adalah haal atau keadaan yang bukan sesuatu yang bisa dilihat atau diukur dengan indera, tetapi tetap ada sebagai kenyataan yang melekat pada zat. Dalam konteks ini, sifat Wujud Allah adalah sesuatu yang mandiri, bukan hasil atau turunan dari sifat lainnya.
- Pendapat Kedua: Wujud sebagai ‘Ainul Maujud’ (Zat itu Sendiri)
Imam Al-Asy’ari berpendapat bahwa wujud adalah ‘ainul maujud (zat itu sendiri), bukan sifat tambahan atas zat yang bisa terlihat secara fisik. Dengan kata lain, Wujud Allah adalah zat-Nya sendiri, dan tidak ada perbedaan antara zat Allah dan sifat Wujud-Nya. Dalam pandangan ini, wujud makhluk juga merupakan ‘ain atau esensi dari makhluk itu sendiri.
Persamaan kedua pendapat ini adalah sama-sama menegaskan bahwa Allah ada dan nyata dalam kenyataan. Namun, perbedaannya terletak pada bagaimana wujud didefinisikan: apakah sebagai keadaan yang melekat pada zat (pendapat pertama) atau zat itu sendiri (pendapat kedua).
B. Dalil Aqli untuk Sifat Wujud Allah
Dalil aqli (dalil rasional) yang menegaskan sifat Wujud atau keberadaan Allah adalah konsep barunya alam (bahwa alam ini adalah sesuatu yang baru, ada setelah sebelumnya tiada). Alam, yang terdiri dari jirim (benda) dan ‘arodh (sifat pada jirim seperti gerak, diam, dan warna), tidak bisa ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
- Argumen Logis Barunya Alam sebagai Dalil Keberadaan Allah Jika alam ada setelah tiada, maka status ada dan tiada memiliki kedudukan yang sama. Apabila salah satu kondisi (ada) mengungguli kondisi lainnya (tiada), hal ini tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang memutuskan atau mengunggulkan. Dengan demikian, pasti ada yang menyebabkan alam ini ada. Dalam filsafat Islam, ini dikenal dengan kaidah “tarojjuhul amroni mutasawiyaini bighoiri murojjihin mustahilun” (mengunggulkan sesuatu yang statusnya sama tanpa ada yang mengunggulkan adalah mustahil). Contoh lain yang diberikan adalah tentang kelahiran seseorang. Sebelum lahir, seorang individu bisa saja ada atau tidak ada. Ketika seorang individu akhirnya lahir, hal itu pasti karena ada yang menghendakinya, bukan karena kebetulan belaka. Oleh karena itu, keberadaan alam semesta yang dulunya tiada kemudian menjadi ada, membutuhkan sebab atau pencipta, yaitu Allah.
- Kesimpulan Dalil Wujud: Alam yang Baru Membutuhkan Pembaru Dalil ini menegaskan bahwa alam, yang terdiri dari jirim dan ‘arodh, adalah sesuatu yang baru. Setiap sesuatu yang baru pasti ada yang membarukan. Dalam hal ini, yang membarukan alam adalah Allah, yang tidak memiliki sekutu atau saingan. Dalil ini didukung oleh argumen bahwa ‘arodh (sifat seperti gerak dan diam) selalu berubah, dan jika sifat-sifat ini baru, maka jirim yang didiaminya pun baru.
C. Implikasi Dalil Aqli dalam Tauhid Uluhiyyah
Dalil tentang barunya alam ini sangat penting bagi pemahaman tauhid, terutama Tauhid Uluhiyyah, yang mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan diakui sebagai satu-satunya pencipta. Pemahaman ini bukan hanya penting bagi ilmu kalam atau teologi Islam, tetapi juga menjadi dasar bagi keyakinan setiap mukallaf (orang yang dikenai beban syariat) baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan, seperti yang diungkapkan oleh Imam Ibnu ‘Araby dan Imam Sanusi, seseorang yang tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan mendalam) tentang Allah bisa jatuh pada kekufuran.
Kesimpulan
Kajian tentang sifat-sifat Allah, khususnya sifat Wujud, dalam kitab Kifayatul ‘Awam memberikan pemahaman mendalam mengenai konsep tauhid yang perlu dipahami oleh setiap Muslim. Dengan memahami dalil-dalil rasional seperti dalil aqli tentang barunya alam, seseorang dapat menguatkan keyakinannya akan keberadaan Allah dan hak-Nya sebagai satu-satunya yang layak diibadahi. Oleh karena itu, mendalami kajian seperti ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga memperkuat iman dan akidah seorang Muslim.
Referensi :
https://www.alkhoirot.org/2024/05/20-sifat-wajib-allah-kifayatul-awam.html?m=1#1
Dibaca 331x