Info Sekolah
Minggu, 22 Des 2024
  • Selamat Datang Di Website Resmi MI NOR RAHMAN Banjarmasin
  • Selamat Datang Di Website Resmi MI NOR RAHMAN Banjarmasin
23 Mei 2024

Etika dan Guru dalam Perspektif Islam: Pilar Utama Pendidikan

Kam, 23 Mei 2024 Dibaca 352x

Etika dan peran guru merupakan dua elemen yang tak terpisahkan dalam perspektif Islam, membentuk satu kesatuan organik (Kabir, 2013; Moghaddam, Rahmani, Pakseresht, & Marashi, 2016). Peran guru sangat menentukan dalam proses pendidikan, di mana mereka dianggap sebagai pilar utama dalam pembentukan sumber daya manusia yang berpotensi di bidang pembangunan (Muthoifin, Saefuddin, & Husaini, 2013). Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru memainkan peran penting dalam usaha pembentukan generasi yang berkompeten.

Etika guru dalam konteks pendidikan adalah indikator kemajuan pendidikan itu sendiri. Perilaku baik yang ditunjukkan oleh guru mencerminkan kualitas pendidikan yang diberikan (Joseph, 2016). Namun, dalam praktiknya, ada kecenderungan guru melupakan prinsip ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara (Muthoifin, Saefuddin, & Husaini, 2013). Prinsip ini menegaskan pentingnya etika bagi guru agar ilmu yang dimiliki dapat menjadi teladan dan menghiasi kehidupan dengan kebaikan (Sulaiman, Nizah, & Norawavi, 2019).

Etika atau adab menjadi pilar yang mengangkat derajat seorang guru ke tingkat yang lebih tinggi (Purwaningsih & Muliyandari, 2021). Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam konteks Islam, etika sering disamakan dengan akhlak (Moghaddam, Rahmani, Pakseresht, & Marashi, 2016). Di Indonesia, istilah etika, moral, dan akhlak sering disamakan dengan budi pekerti, tata susila, kesusilaan, perangai, tatakrama, dan sopan santun (Husaini, 2013).

Etika mencakup seluruh tindakan dan perilaku manusia, dipandang dari kriteria baik dan buruk (Hosaini, 2021; Ismail, 2002). Menurut Ibnu Hazm, etika memiliki sistem yang luas yang terdiri atas keadilan (al-adl), intelegensi (al-fahm), keberanian (al-najdah), dan kedermawanan (al-jud). Elemen-elemen ini mencakup kejujuran (amanah), kesederhanaan (iffah), ketulusan (nazahah), dan kesabaran (sabar) yang merupakan bagian dari keberanian dan kedermawanan (Muhbib, 2000).

Profesionalisme guru hanya dapat dicapai jika guru memahami identitasnya sebagai agen perubahan dalam masyarakat (Darling-Hammond, 2005; Joseph, 2016; Purwaningsih & Muliyandari, 2021). Dalam Islam, setiap profesi dijalankan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah, dengan anggapan bahwa pekerjaan tersebut adalah perintah dari Allah (Tafsir, 2010). Profesionalisme guru tercermin dari kemampuan tinggi dalam menjalankan tugas keguruan sebagai sumber kehidupan (Syah, 2013).

Dalam literatur kependidikan Islam, guru sering disebut dengan berbagai istilah seperti ustadz, mu’allim, murabby, mursyid, mudarris, dan mu’addib (Muhaimin, 2003). Dari kajian literatur tersebut, ditemukan bahwa seorang guru memiliki beberapa karakteristik penting yang menjadi landasan dalam mengemban tugasnya (Daradjat, 1982; Kabir, 2013; Purwaningsih & Muliyandari, 2021; Sulaiman, Nizah, & Norawawi, 2019).

Secara keseluruhan, hubungan antara etika dan peran guru dalam perspektif Islam sangat erat dan integral. Etika tidak hanya menjadi pedoman bagi perilaku pribadi guru, tetapi juga mempengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan. Guru yang beretika baik tidak hanya mendidik dengan ilmu, tetapi juga dengan teladan yang baik, membentuk generasi yang berkarakter kuat dan beretika tinggi. Ini menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi sangat bergantung pada etika dan komitmen moral guru dalam melaksanakan tugas mereka.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Desember 2024
M S S R K J S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031