Bulan Safar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriah yang memiliki makna khusus bagi masyarakat Arab. Di balik penamaan bulan ini terdapat berbagai alasan historis dan kultural. Artikel ini akan membahas latar belakang nama Bulan Safar dan mitos kesialan yang sering dikaitkan dengannya.
Menurut Imam Ibnu Katsir, nama “Safar” diambil dari kondisi masyarakat Arab tempo dulu yang sering meninggalkan rumah untuk berperang atau bepergian pada bulan ini, sehingga rumah-rumah mereka menjadi sepi. Safar berarti “sepi” atau “sunyi”, menggambarkan keadaan rumah yang ditinggalkan penghuninya.
Ibnu Manzhur menambahkan bahwa penamaan bulan Safar juga terkait dengan kebiasaan orang Arab yang memanen tanaman dan mengosongkan tanah pada bulan ini. Selain itu, orang Arab juga sering memerangi kabilah lain yang datang, membuat kabilah tersebut pergi tanpa bekal karena ketakutan.
Mitos tentang kesialan di Bulan Safar sudah lama diyakini oleh beberapa masyarakat. Ibnu Rajab al-Hanbali menegaskan bahwa mengkhususkan kesialan pada bulan tertentu, termasuk Bulan Safar, adalah tidak benar. Menurutnya, setiap bulan memiliki potensi kebaikan dan keburukan yang sama, dan segala kejadian adalah kehendak Allah semata.
Rasulullah SAW juga menolak anggapan bahwa Bulan Safar membawa kesialan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Rasulullah bersabda bahwa tidak ada wabah yang menyebar dengan sendirinya, tanda kesialan, burung yang membawa kesialan, atau kesialan pada bulan Safar. Beliau menekankan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah.
Habib Abu Bakar Al-Adni menyebutkan beberapa peristiwa penting yang terjadi pada Bulan Safar untuk menolak keyakinan kesialan:
Penamaan Bulan Safar dan mitos kesialan yang dikaitkan dengannya didasarkan pada tradisi dan keyakinan masyarakat Arab tempo dulu. Namun, dalam ajaran Islam, keyakinan tersebut tidak dibenarkan. Segala kejadian adalah kehendak Allah dan tidak dapat dihubungkan dengan waktu atau bulan tertentu. Sebagai umat Muslim, penting untuk memahami bahwa keberkahan atau kesialan suatu zaman bergantung pada ketaatan dan kebaikan yang dilakukan manusia.
Tinggalkan Komentar