Arba Mustamir, dikenal juga sebagai hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam, memiliki makna penting dalam tradisi masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia. Dalam konteks tahun 1446 H, pertanyaan muncul mengenai kapan tepatnya Arba Mustamir jatuh—apakah pada tanggal 23 Safar (28 Agustus 2024) atau tanggal 30 Safar (4 September 2024)? Pertanyaan ini terkait erat dengan perhitungan usia bulan Safar, apakah hanya 29 hari ataukah digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
Dalam tradisi Islam, penentuan awal dan akhir bulan Hijriah sering kali bergantung pada metode hisab (perhitungan astronomis) dan rukyat (observasi hilal atau bulan sabit). Untuk bulan Safar 1446 H, beberapa metode hisab tahkiki (penghitungan yang lebih teliti) dan hisab kontemporer menunjukkan bahwa konjungsi (ijtimak) antara Matahari dan Bulan terjadi pada hari Selasa Pon, 3 September 2024 pukul 08:57 WIB. Pada saat Matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia pada hari tersebut, ketinggian hilal berkisar antara 2,3 hingga 3,6 derajat, dengan sudut elongasi antara 3,6 hingga 4,8 derajat.
Menurut kriteria imkan rukyat Neo MABIMS dan Nahdlatul Ulama (NU), hilal dapat dilihat jika ketinggiannya minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Posisi hilal yang disebutkan tadi masih dalam kondisi istihaturukyat, yaitu kondisi di mana hilal dianggap mustahil untuk dilihat, yang berarti umur bulan Safar kemungkinan besar akan digenapkan menjadi 30 hari.
Keputusan untuk menolak kesaksian hilal yang terlihat dalam kondisi istihaturukyat bukanlah hal baru dalam tradisi Islam. Hal ini telah diterapkan dalam beberapa kasus sebelumnya, seperti pada bulan Syawal tahun 1413 H (Maret 1993) dan Syawal 1418 H (Januari 1998), di mana kesaksian hilal ditolak oleh Pemerintah RI karena posisi hilal yang tidak memenuhi kriteria imkan rukyat.
Imam al-‘Ubbadi dalam kitab al-Qulyūby menjelaskan bahwa jika hisab menunjukkan hilal tidak mungkin dilihat, maka kesaksian yang menyatakan sebaliknya tidak dapat diterima. Pendapat ini juga didukung oleh Nahdlatul Ulama melalui hasil muktamar dan seminar-seminar mereka, di mana NU menegaskan bahwa kesaksian melihat hilal yang tidak memenuhi kriteria imkan rukyat secara otomatis akan ditolak.
Imam al-Subki, dalam berbagai kitabnya seperti al-Ilmu al-Masyur fi Iṡbāt al-Syuhūr, juga menyatakan bahwa kesaksian hilal yang bertentangan dengan hasil hisab tidak dapat diterima karena hisab dianggap lebih pasti (qat’i) sementara rukyat hanya bersifat dugaan (ẓanni). Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Ḥajar al-Haitami dalam kitabnya Tuḥfah al-Muḥtāj yang menambahkan bahwa kesepakatan di kalangan ahli hisab dapat dijadikan dasar untuk menolak kesaksian yang bertentangan dengan hisab.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Arba Mustamir untuk tahun 1446 H kemungkinan besar jatuh pada tanggal 30 Safar 1446 H (4 September 2024), karena hilal pada akhir bulan Safar belum mencapai imkanurrukyat dan masih dalam posisi istihaturukyat. Jika ada kesaksian yang menyatakan melihat hilal pada 29 Safar, kesaksian tersebut akan ditolak, dan bulan Safar akan digenapkan menjadi 30 hari.
Penetapan ini juga menandai bahwa awal bulan Rabi’ul Awal 1446 H akan jatuh pada hari Kamis Kliwon, 5 September 2024. Dengan demikian, Arba Mustamir, tetap akan dilaksanakan pada hari Rabu Wage, 4 September 2024.
Referensi :
Hudi, S. (2024, August 24). Arba Mustamir: Penentuan Tanggal 23 atau 30 Safar 1446 H. UNISNU Jepara. Retrieved from https://unisnu.ac.id/rebo-wekasan-tanggal-23-atau-30-safar
Tinggalkan Komentar