Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia mengalami perubahan signifikan melalui penerapan Kurikulum Merdeka Belajar. Namun, tidak semua pihak merasa bahwa kurikulum ini adalah solusi tepat untuk semua sekolah di Indonesia. Salah satu tokoh yang memberikan kritik terhadap implementasi kurikulum ini secara nasional adalah Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia.
Pada sebuah acara di Kompleks Parlemen Jakarta, JK secara tegas menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar tidak cocok diterapkan di seluruh negeri. Menurutnya, kurikulum ini hanya dapat diterapkan di beberapa sekolah saja, terutama di daerah yang memiliki fasilitas dan jumlah guru memadai. Sebaliknya, untuk daerah-daerah dengan sumber daya terbatas, penerapan kurikulum ini justru akan menambah beban bagi guru dan siswa.
Salah satu kritik utama yang diutarakan JK adalah terkait dengan ketimpangan jumlah guru dan murid di banyak daerah di Indonesia. Tidak jarang kita temukan satu kelas diisi oleh 40 murid yang hanya ditangani oleh satu guru. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana mungkin seorang guru dapat memberikan kebebasan belajar kepada siswa-siswanya secara efektif? Keterbatasan waktu, tenaga, dan perhatian jelas menjadi kendala besar.
Lebih lanjut, kesejahteraan guru juga menjadi sorotan. Banyak guru, terutama di daerah terpencil, hanya menerima gaji sekitar Rp 5 juta per bulan. Menurut JK, dengan pendapatan yang pas-pasan, sulit bagi seorang guru untuk dapat memaksimalkan potensi setiap muridnya. Di sinilah letak tantangan besar bagi penerapan Kurikulum Merdeka Belajar secara nasional. Kurikulum ini membutuhkan dedikasi tinggi dari para pendidik, tetapi ketika kesejahteraan mereka masih menjadi masalah, ekspektasi tersebut menjadi sulit untuk direalisasikan.
Selain permasalahan struktural, JK juga menyoroti hilangnya elemen kompetisi dalam Kurikulum Merdeka Belajar. Salah satu fitur dari kurikulum ini adalah dihapuskannya sistem pemeringkatan atau ranking di antara siswa. Menurut JK, pendekatan ini kurang tepat karena menghilangkan dorongan bagi siswa untuk berkompetisi dan meningkatkan disiplin diri. Dalam sistem yang hanya mengandalkan penghargaan tanpa hukuman, motivasi untuk belajar dan bekerja keras dapat berkurang.
“Pendidikan harus ada reward dan punishment. Kalau hanya semua reward, tidak akan pernah terjadi disiplin. Semua naik kelas. Jadi belajar tidak belajar, dia naik kelas,” ujar JK. Dari perspektif ini, JK menegaskan pentingnya sistem penilaian yang memberikan tekanan positif agar siswa terus berusaha mencapai hasil terbaik, bukan hanya sekadar melewati standar minimum.
JK juga mengingatkan bagaimana pendidikan di masa lalu lebih disiplin, bahkan dengan metode yang keras, seperti hukuman fisik. Meskipun metode ini tidak lagi dianggap relevan saat ini, JK menekankan bahwa semangat disiplin dalam pendidikan tidak boleh hilang. Pemberian penghargaan memang penting, tetapi tanpa adanya sistem yang jelas untuk mendorong siswa berkompetisi dan bertanggung jawab, pendidikan tidak akan mencapai tujuannya.
Melihat ke depan, JK berharap bahwa di bawah pemerintahan yang akan datang, Menteri Pendidikan harus benar-benar memahami dunia pendidikan dan segala tantangan yang dihadapinya. “Menteri Pendidikan yang mengerti pendidikan dengan baik diperlukan untuk memajukannya,” kata JK. Harapan ini menyiratkan bahwa pendidikan memerlukan pendekatan berbasis pengalaman dan keahlian di lapangan, bukan hanya berdasarkan teori atau kebijakan global.
Kritik Jusuf Kalla memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana kebijakan pendidikan harus diterapkan dengan hati-hati di Indonesia yang memiliki keragaman luar biasa dalam hal fasilitas, sumber daya manusia, dan tingkat kesejahteraan. Tidak semua wilayah di Indonesia siap untuk menjalankan Kurikulum Merdeka Belajar secara optimal. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, mulai dari ketersediaan guru hingga kesejahteraan mereka, serta budaya kompetisi di kalangan siswa.
Apakah Kurikulum Merdeka Belajar perlu ditinjau ulang? Tentu saja, evaluasi kebijakan adalah langkah penting untuk memastikan bahwa semua kebijakan pendidikan tidak hanya baik di atas kertas, tetapi juga dapat diimplementasikan dengan sukses di lapangan. Karena pada akhirnya, tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan pikiran dan potensi siswa, dan itu hanya bisa tercapai jika guru, fasilitas, dan sistem penunjang lainnya siap secara keseluruhan
Referensi :
Chaterine, R. N., & Ramadhan, A. (2024, Oktober 10). JK sebut Kurikulum Merdeka Belajar tidak cocok diterapkan secara nasional. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2024/10/10/15141861/jk-sebut-kurikulum-merdeka-belajar-tidak-cocok-diterapkan-secara-nasional
Tinggalkan Komentar