Pendahuluan
Di tengah modernisasi yang semakin merambah berbagai aspek kehidupan, tradisi-tradisi keagamaan dan budaya lokal tetap menjadi elemen penting dalam masyarakat. Salah satu tradisi yang masih dijaga oleh sebagian umat Islam di Indonesia adalah Arba Mustamir, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan. Tradisi ini dipercaya oleh banyak masyarakat sebagai hari untuk menghindari bala (malapetaka) dengan mengamalkan berbagai ibadah dan doa.
Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang tradisi Arba Mustamir, membahas makna di baliknya, amalan-amalan yang dilakukan, serta dalil-dalil yang mendasarinya. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat menilai tradisi ini secara objektif dan mengamalkannya sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Sejarah dan Makna Arba Mustamir
Arba Mustamir, yang dikenal juga sebagai Rebo Wekasan, jatuh pada hari Rabu terakhir di bulan Safar menurut kalender Hijriyah. Tradisi ini diyakini berasal dari keyakinan bahwa pada hari tersebut, Allah SWT menurunkan banyak bala atau malapetaka ke bumi. Oleh karena itu, banyak masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia, mengamalkan berbagai ibadah untuk memohon perlindungan dari bala tersebut.
Nama Arba Mustamir sendiri berasal dari istilah bahasa Arab yang berarti “Hari Rabu yang berlangsung terus.” Beberapa ulama mengaitkan hari ini dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan “Yawma Nahsin Mustamir” yang berarti “hari berlanjutnya pertanda buruk”. Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Yogyakarta, tradisi ini dikenal dengan nama Rabu Pungkasan, sementara di Banten disebut Rebo Kasan.
Amalan-Amalan dalam Arba Mustamir
Masyarakat yang masih memegang tradisi Arba Mustamir biasanya melakukan berbagai amalan khusus pada hari tersebut. Berikut adalah beberapa amalan yang umum dilakukan:
- Shalat Rebo Wekasan
- Shalat ini dilakukan sebanyak empat rakaat dengan niat memohon perlindungan dari malapetaka. Setiap rakaat diawali dengan membaca Surat Al-Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, Surat Al-Ikhlas 5 kali, dan Surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) masing-masing 1 kali. Setelah selesai shalat, dianjurkan untuk membaca tasbih, tahmid, dan takbir sebanyak 70 kali.
- Membaca Surah Yasin
- Pada hari Arba Mustamir, banyak orang yang membaca Surah Yasin dan mengulang ayat “Salamun Qaulan min Rabbin Rahim” sebanyak 313 kali. Setelah membaca Surah Yasin, doa khusus dipanjatkan untuk memohon keselamatan dari segala macam bahaya selama setahun ke depan.
- Menulis Ayat-Ayat Perlindungan
- Sebagian ulama menganjurkan untuk menulis tujuh ayat perlindungan dari Al-Qur’an pada hari Arba Mustamir. Ayat-ayat ini kemudian dilarutkan dalam air dan diminum, dengan keyakinan bahwa hal ini akan melindungi seseorang dari bala selama setahun penuh.
Dalil-Dalil Mengenai Arba Mustamir
Arba Mustamir dan amalan-amalannya bukanlah ajaran yang memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an atau Hadits Shahih, melainkan didasarkan pada hadits-hadits yang dianggap lemah (dha’if). Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus.” (HR. Waki’ dalam al-Ghurar). Meskipun hadits ini dianggap lemah, sebagian ulama memperbolehkan penggunaannya dalam konteks targhib (anjuran) dan tarhib (peringatan), selama tidak dijadikan dasar hukum.
Selain itu, sejumlah ulama besar seperti Imam Abdul Hamid Quds dan Syaikh Nawawi al-Bantani juga menulis tentang keutamaan Arba Mustamir dalam karya-karya mereka. Mereka berpendapat bahwa tradisi ini didukung oleh pengalaman spiritual para wali Allah yang menemukan bahwa hari Rabu terakhir di bulan Safar memang merupakan hari yang rawan bala.
Kontroversi dan Pendapat Ulama
Tradisi Arba Mustamir tidak luput dari kontroversi. Beberapa ulama modern menolak praktik ini dengan alasan bahwa ia tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat dan dapat mengarah pada bid’ah (inovasi dalam agama) yang tidak diinginkan. Namun, pendapat ini tidak sepenuhnya disetujui oleh semua kalangan. Banyak ulama tradisional dan masyarakat yang tetap memegang tradisi ini sebagai bagian dari budaya dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kesimpulan
Arba Mustamir, atau Rebo Wekasan, adalah tradisi yang sudah mendarah daging di beberapa masyarakat Muslim di Indonesia. Meskipun tradisi ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan Hadits Shahih, ia tetap dipertahankan sebagai bentuk penghormatan terhadap ajaran leluhur dan sebagai cara untuk memohon perlindungan dari bala. Sebagai umat Muslim, kita sebaiknya menghormati keyakinan dan praktik orang lain, sambil tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariat Islam yang murni.
Tradisi ini juga mengingatkan kita akan pentingnya doa dan ibadah dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana kita dapat menjadikan setiap momen sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan memahami makna dan dalil-dalil di balik Arba Mustamir, diharapkan kita bisa menilai dan mengamalkan tradisi ini dengan bijaksana.
Referensi
Hanapi Bani. (2018, November 11). Amaliah beserta dalil Arba Mustamir (Rebo Wekasan). Hanapi Bani. Diakses dari https://www.hanapibani.com/2018/11/amaliah-beserta-dalil-arba-mistamir-rebo-wekasan.html?m=1.
Cek AL ZAHRA Kitab Al Imdad Besar dengan harga Rp160.000. Dapatkan di Shopee sekarang! https://s.shopee.co.id/5fVD36ldoI?share_channel_code=1
Dibaca 325x