Oleh: Muhammad Hafiz Ansyari
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Nor Rahman terasa sangat istimewa bagi saya. Bukan hanya karena kemuliaan acara itu sendiri, tetapi juga karena momen tersebut memberi saya secercah harapan terhadap generasi muda yang kerap dikatakan terjebak dalam dunia digital. Pada Kamis, 12 September 2024 kemarin, saya menyaksikan sesuatu yang membuat hati saya sebagai seorang guru bahagia sekaligus optimis—melihat anak-anak didik saya memimpin dan melantunkan syair serta rawi Maulid Al Habsy tanpa keraguan.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, tidak dapat dipungkiri bahwa dunia digital telah mengubah perilaku banyak orang, terutama anak-anak. Mereka lebih sering berkutat dengan gadget, menjelajahi dunia maya, dan tenggelam dalam permainan online. Sering kali, aktivitas ini membuat mereka teralihkan dari kegiatan yang lebih bernuansa spiritual dan edukatif. Bagi banyak guru dan orang tua, hal ini menjadi tantangan besar. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa perkembangan teknologi tidak mengikis nilai-nilai luhur, akhlak mulia, dan kecintaan terhadap agama?
Namun, di balik kekhawatiran ini, saya melihat adanya peluang. Generasi muda kita tidak serta-merta kehilangan arah. Masih ada ruang untuk membangun kembali spiritualitas mereka, salah satunya melalui acara seperti Maulid Nabi Muhammad SAW. Ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah momentum untuk memperkenalkan dan memperkuat kembali kecintaan terhadap sosok Rasulullah SAW serta memperdalam ajaran Islam.
Pada acara Maulid di MIS Nor Rahman kemarin, beberapa siswa yang masih duduk di bangku kelas 4 dan 5 dengan lantang dan penuh keyakinan memimpin pembacaan syair Maulid Al Habsy dan rawi Maulid. Tanpa rasa ragu, mereka mengambil peran penting dalam acara tersebut. Di antara mereka adalah Nur Ulfa Najwa (kelas 5), Pirda Zainah (kelas 4), Samia Safa (kelas 5), Nazla Rahmini (kelas 4), Ahmad Rifai (kelas 4), Ahmad Shodiq (kelas 4), Muhammad Yusuf (kelas 4), Muhammad Syahir (Kelas 4) dan Zakaria Ahmad (kelas 4).
Melihat anak-anak ini, saya merasa bangga sekaligus terharu. Di saat banyak anak seusia mereka tenggelam dalam dunia digital, mereka justru mengambil peran penting dalam melestarikan tradisi keagamaan. Tidak mudah bagi anak-anak zaman sekarang untuk menguasai teks-teks keagamaan seperti ini, apalagi memimpin pembacaannya di depan umum. Namun, mereka melakukannya dengan baik, penuh percaya diri, dan penghayatan.
Sebagai seorang guru, peran saya tidak hanya sebatas mengajar materi akademik. Tugas utama kami, khususnya di madrasah, adalah menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual. Saya sering merenung, apa yang akan terjadi pada generasi berikutnya jika mereka terlalu fokus pada dunia digital tanpa diimbangi dengan pendidikan agama? Melihat anak-anak seperti Nur Ulfa Najwa dan kawan-kawannya, saya merasa bahwa masih ada harapan besar untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia, sekalipun mereka hidup di era digital.
Satu hal yang perlu kita sadari adalah bahwa teknologi tidak selalu menjadi musuh. Anak-anak tetap bisa menguasai teknologi, tetapi dengan landasan agama yang kuat, mereka akan mampu menggunakan teknologi secara bijak. Inilah yang menjadi tugas kita sebagai pendidik—menyeimbangkan perkembangan teknologi dengan spiritualitas, akhlak, dan cinta terhadap agama.
Dalam membentuk karakter siswa, kami sebagai guru tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan sinergi antara orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar. Namun, peran guru sangatlah krusial. Saya percaya bahwa kunci utama dalam membangun karakter siswa adalah keteladanan. Jika kami ingin melihat siswa yang berakhlak mulia, maka kami pun harus menunjukkan akhlak yang baik. Jika kami ingin mereka mencintai agama, kami harus mencontohkan bagaimana mencintai agama itu dalam kehidupan sehari-hari.
Peringatan Maulid kemarin menjadi salah satu bukti nyata bahwa siswa dapat dibimbing ke arah yang baik, bahkan di tengah tantangan zaman. Dengan bimbingan yang tepat dan keteladanan, mereka mampu menjalankan tugas-tugas mulia, seperti memimpin pembacaan rawi dan syair Maulid. Saya berharap ini bukan sekadar momen sesaat, tetapi awal dari tumbuhnya generasi muda yang cinta agama dan berakhlak mulia.
Tantangan yang kita hadapi sebagai pendidik di era digital ini memang tidak mudah. Anak-anak kita terus-menerus dibombardir dengan berbagai informasi dan hiburan yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari hal-hal yang lebih esensial. Namun, saya percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, kita bisa membantu mereka menemukan keseimbangan antara dunia digital dan dunia spiritual.
Momen peringatan Maulid ini memberikan saya harapan besar. Bahwa di tengah derasnya arus digital, masih ada anak-anak yang mau dan mampu mendalami ajaran agama, memahami nilai-nilai luhur, dan menunjukkan akhlak yang baik. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang kita harapkan mampu membawa perubahan positif di masyarakat.
Sebagai guru, saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka. Saya berharap, melalui pendidikan yang seimbang antara akademik dan spiritual, kita bisa membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia.
Peringatan Maulid Nabi di MIS Nor Rahman kemarin mengingatkan saya bahwa pendidikan tidak hanya tentang kecerdasan intelektual. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu pendidikan moral dan spiritual. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, kita harus terus berupaya menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak mulia kepada generasi muda.
Melihat anak-anak memimpin pembacaan syair Maulid dengan penuh keyakinan membuat hati saya bahagia dan optimis. Mereka adalah harapan kita, generasi yang akan melanjutkan perjuangan dan menjaga nilai-nilai agama di masa depan. Semoga kita semua bisa terus memberikan bimbingan dan keteladanan yang baik, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Tulisan ini adalah refleksi pribadi saya sebagai seorang guru di MIS Nor Rahman, yang senantiasa berharap dan berusaha untuk membentuk generasi muda yang cerdas, berakhlak, dan cinta agama.
Tinggalkan Komentar