Info Sekolah
Rabu, 16 Okt 2024
  • Selamat Datang Di Website Resmi MI NOR RAHMAN Banjarmasin
  • Selamat Datang Di Website Resmi MI NOR RAHMAN Banjarmasin
10 Desember 2023

Hakikat dan Pentingnya Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Ming, 10 Desember 2023 Dibaca 695x

Hakikat dan Pentingnya Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Hakikat

Kajian filsafat yang meneliti hakikat sesuatu adalah ontologi. Ontologi dalam bahasa inggris ontology, berasal dari bahasa Yunani on artinya ada, dan ontos berti keberadaan. Dan logos adalah pemikiran. Jadi ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Secara ontologi pendidikan adalah hakikat dari kehidupan sebagai makhluk yang berakal dan berfikir[1]

Karakteristik ontologis menurut suparlan adalah :

  1. Ontologi adalah studi tentang arti ada dan berada, tentang ciri-ciri esensial tentang yang ada dalam diriny sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
  2. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan katagori seperti ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
  3. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-Nya.
  4. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sesuatu realitas, apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata atau tidak, dan sebagainya.[2]

Hakikat adalah realitas, yaitu kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan keadaan yang berubah-rubah. Hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu berujud, dengan kata lain hakikat adalah unsur utama yang mengujudkan sesuatu. Hakikat mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan suatu kemestian. Hakikat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah ubah.tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan.karena hakikat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensinya itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan. Keberadaanya itu disetiap tempat dan waktu tidak berubah. Tidak akan pernah ada suatu atrubut jika tida ada hakikat.

Contoh hakikat manusia. Hakikat merupakan inti pokok dari sesuatu, dengan hakikat itulah sesuatu bereksistensi. Maka pada manusia   yang merupakan  makhluk (ciptaan) Tuhan  terbentuk atau terujud  oleh dua faktor utama yakni jasad dan roh. Jadi hakikatnya itu juga  sebagai  esensi  dari manusia  yakni   ikatan atau perpaduan ” jasad dan roh “. Dalam hal ini perlu diingat adalah setelah roh ditiupkan atau dimasukkan kedalam jasad oleh sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya menjadi nafs  ( arab)  atau  jiwa ( Indonesia ).

Suatu  hakikat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi dalam bereksistensi. Semua faktor utama hakikat itu terintegrasi atau menyatu dalam satu sistem. Dengan kata lain hakekat mengacu kepada hal-hal yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Juga tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Suatu hakikat lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat yang berubah-rubah, tidak parsial ataupun yang bersifat fenomenal. Maka yang namanya manusia (an-nas) adalah makhluk Tuhan yang memiliki “jiwa dan raga”. Keharmonisan ikatan (integritas) jiwa dan raga tersebut menjadikan manusia dapat bereksistensi (ber-ada). Hakikat dapat menjalankan fungsi-fungsi kemanusiaan dalam berbagai bentuk kegiatan. Pada  ” hakekat ”  itu  terletak (terdapat) hal-hal lain yang menjadi atribut manusia. Seperti “manusia sebagai makhluk  pribadi, manusia sebagai makhluk sosial,  manusia sebagai makhluk susila, manusia sebagai makhluk religius” ditetapkan sebagai apa yang harus dikerjakan di dalam keseharian hidupnya. Bukan pekerjaannya sebagai hakikat akan tetapi adalah “apa yang ada” pada diri manusia itu.

Jika  jiwa berpisah dengan raga maka hilanglah sebutan manusia. Kalau jasad saja  namanya mayat dan jiwanya berubah namanya kembali sebagai roh. Dengan demikian kalau satu saja di antara faktor utama itu  yang ada maka manusia tidak bisa bereksistensi, apa yang disebut sebagai manusia tidak ada, dan fungsi-fungsi dari  manusia itu tidak dapat dijalankan. Itulah yang disebut dengan manusia telah mati. Ketentuan itu berlaku dimana saja dan kapan saja.

Evaluasi

Secara bahasa (etimologi)  evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran.[3] Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihân, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.[4]

Berikut penulis kutipkan kembali pengertian evaluasi secara terminologi menurut beberapa pakar yang berkompeten dibidangnya, diantaranya : Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[5]  Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.[6] Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.[7] Edwind Wandt berpendapat evaluasi adalah: suatu tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu.[8]  M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[9]

Dari beberapa pengertian evaluasi tersebut, dapat penulis  simpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas.[10] Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.

Dalam evaluasi pendidikan ada empat komponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan  yaitu pengukuran, tes,  dan penilaian.[11] Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu.

Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu.  Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentukkuantitatif.[12]

Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. Asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. “processes that provide information about individual students, about curricula or programs, about institutions, or about entire systems of institutions”.[13] Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran, penilaian dan tes terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang menyeluruh, baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

 

Prinsip-Prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai tersebut. Menurut Nana Sujana[14] bahwa penilaian hasil belajar hendaknya (a) dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan iterpretasi hasil penilaian, (b)  menjadi bagian yang integral dari proses belajar mengajar, (c) agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif, (d) diikuti dengan tindak lanjutnya.

Mujib dan Mujakir[15], menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut :

  1. Valid artinya Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran.
  2. Berorientasi kepada kompetensi. Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
  3. Berkelanjutan atau Berkesinambungan (kontinuitas). Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah diperhatikan kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu tindakan yang menguntungkan.
  4. Menyeluruh (Komprehensif). Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian Anderson dan Cratwall mengembangkannya menjadi 6 aspek yaitu mengingat, mengetahui, aplikasi, analisis, kreasi dan evaluasi.
  5. Bermakna yaitu Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
  6. Adil dan objektif yaitu Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi.
  7. Terbuka Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
  8. Ikhlas yaitu Evaluasi dilakukan dengan niat yang bersih, dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan pendidikan dan kepentingan peserta didik.
  9. Praktis Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan; c) mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan
  10. Dicatat dan akurat yaitu hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

Menurut Daryanto.[16] Betapapun baik dan sempurnanya prosedur evaluasi dilaksanakan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip lain sebagai penunjangnya, maka hasial evaluasipun kurang dari yang diharapkan. Karena itu perlu diperhatikan, yaitu :

  1. Evaluasi merupakan program integral dalam program pengajaran di samping tujuan intruksional dan materi erta metode pengajaran. Materi, metode dan evaluasi tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan.
  2. Keterlibatan siswa, hal ini berkaitan erat dengan metode belajar yang menuntut keterlibtn siswa secara aktif. Dengan demikian evaluasi bagi siswa merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan.
  3. Koheresi, dimaknai evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disampaikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak di ukur.
  4. Evaluasi perlu diterapkan sebagai usaha perbaikan sikap dan tingkah laku dari aspek pedagogis. Hasil evaluasi dapat dijadikan motivasi untuk siswa dalam kegiatan belajarnya. Hasil evaluasi dapat dirasakan sebagai ganjaran sebagai penghargaan bagi yang berhasil, dan hukuman bagi yang tidak berhasil.
  5. Sejauhmana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban.

Tujuan dan Fungsi Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Menurut Anas Sudijonno[17], tujuan evaluasi pendidikan terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

  1. Tujuan umum adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai di mana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan kurikuler serta bertujuan untuk mengukur, menilai tingkat efektifitas mengajar dan metode yang telah diterapkan oleh pendidik dalam proses pendidikan.
  2. Tujuan khusus adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memberikan rangsangan kepada peserta didik dalam menempuh program pendidikan (memunculkan sikap untuk memperbaiki dan menigkatkan prestasi), serta bertujuan untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan atau ketidakberhasilan peserta didik dalam melaksanakan proses pendidikan.

Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah mempunyai fungsi sebagai berikut:[18]

  1. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan kurang di kelasnya.
  2. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik atau belum
  3. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
  4. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami pendidikan dan pengajaran.
  5. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai penyesuaian dalam kelas.
  6. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah, piagam dan sebagainya.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hamalik, bahwa fungsi evaluasi adalah untuk membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya, selain itu juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya.[19] Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai[20]

  1. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum secara komprehensif.
  2. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa.
  3. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.

Kemudian, secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam[21]  diantaranya :

  1. Dari segi pendidik, yaitu untuk membantu seorang pendidik mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya
  2. Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
  3. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
  4. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akn diterapkan dalam sistem pendidikan nasional (Islam).

Sementara itu, sasaran evaluasi pendidikan meliputi: peserta didik dan juga pendidik untuk mengetahui sejauhmana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[22] Menurut Abudin Nata, bahwa sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan materi pendidikan.[23]  Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya melihat empat kemampuan peserta didik  yaitu:[24]

  1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
  2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
  3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
  4. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah Swt, anggota masyarakat serta selaku khalifah-Nya di muka bumi.

 

Objek dan Subjek Evaluasi Pendidikan

Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai (evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 57 ayat 2 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Sedangkan, subjek evaluasi pendidikan adalah orang yang melakukan evaluasi dalam bidang pendidikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. pasal 78 dinyatakan bahwa evaluasi pendidikan meliputi:

  • Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihakpihak yang berkepentingan;
  • Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah;
  • Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi;
  • Evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
  • Evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat atauorganisasi profesi untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan[25].

Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan

Ruang lingkup evaluasi dalam pendidikan sekurang-kurangnya meliputi:

  1. Tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan;
  2. Pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler;
  3. Hasil belajar peserta didik; dan
  4. Realisasi anggaran. (Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 79).

Jenis-jenis Evaluasi

Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam menurut pandangan Ramayulis adalah:[26] a) Evaluasi Formatif, b) Evaluasi Sumatif, c) Evaluasi penempatan (placement), dan d) Evaluasi Diagnostik,

  1. Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.Jenis ini diterapkan berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki banyak kelemahan seperti tercantum dalam QS. An-Nisa: 28 “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. Dan pada mulanya tidak mengetahui apa-apa, tercantum dalam QS. An-Nahl: 78, sehingga pengetahuan, ketrampilan, dan sikap itu tidak dibiasakan. “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
  2. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya, seperti tercantum dalam QS. Al-Insyiqaq: 19 “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)” QS. Al-Qamar: 49 “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
  3. Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
  4. Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.

Langkah-langkah Evaluasi

Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:[27]

  1. Penentuan Tujuan Evaluasi
  2. Penyususnan Kisi-kisi soal
  3. Telaah atau review dan revisi soal
  4. Uji Coba (try out)
  5. Penyusunan soal
  6. Penyajian tes
  7. Scorsing
  8. Pengolahan hasil tes
  9. Pelaporan hasil tes
  10. Pemanfaatan hasil tes

Sistem Evaluasi Pendidikan Islam, yaitu untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW kepada umatnya, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah Swt terhadap Nabi Ibrahim yang menyembelih Ismail putera yang dicintainya, untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dari pelajaran yang telah diberikan padanya, seperti pengevaluasian terhadap Nabi Adam tentang asma-asma yang diajarkan Allah Swt kepadanya di hadapan para malaikat, serta memberikan semacam tabsyîr (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk.

Ajaran Islam memberikan juknis dan juklak terhadap prinsip-prinsip dasar  evaluasi. Evaluasi merupakan keniscayaan  dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan pendidik. Diantara petunjuk dalam  al Qur’an yang berkenaan dengan evaluasi, diantaranya terkandung dalam (QS. Al Baqarah : 31-32). Pertama, Allah Swt merupakan Pendidik (Murabbi) yang mengajarkan kepada Nabi Adam. Kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah Swt meminta kepada Nabi Adam agar mendemontrasikan ajaran-ajaran yang telah diterimanya. Keempat, materi evaluasi, haruslah materi yang telah diajarkan.

 

Kesimpulan

Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan adanya peningkatan kualitas program pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran membutuhkan informasi tentang implementasi program pembelajaran sebelumnya. Hal ini dapat diperoleh dengan dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran secara periodik.

Untuk lebih mengoptimalkan peran guru dalam evaluasi program pembelajaran, maka sebaiknya evaluator dalam evaluasi program pembelajaran merupakan kombinasi antara evaluator dari dalam dan evaluator dari luar dimana evaluator tersebut mempunyai integritas memehami materi, menguasai teknik evaluasi, objektif, cermat, jujur, dan dapat dipercaya.

[1] Hasan Basri, ibid, hal. 18.

[2] Suparlan Suhartono, ibid, hal. 112.

 

[3] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.

[4] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1,hal 183.

[5] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), hal 106.

[6] Abudin Nata, ibid,  hal. 307

[7] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm 3

[8] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal. 338

[9]M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990

[10] Ramayulis, ibid, hal. 221

[11] http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.

[12] Abudin Nata,ibid, hal. 185.

[13] http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.

[14] Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : P.T Remaja Rosdakarya, 1990), hal.8-9.

[15] Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, 214. Lihat juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 225-226.

[16] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 19-21.

[17] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo, 2011), cet. 10, hlm. 16-17

[18] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), cet. ke 10, 224

[19] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), 212

[20] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 167

[21] Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan Prkatis, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), 77-78

[22] Muhammad Athiyah al-Abrasyî, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: dar Al-Ahya’, tt), 362

[23] Abudin Nata, ibid, hal. 308.

[24] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 162-163

[25] Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. (2005).

[26] Mujib, Muzakir, ibid, hal. 217

[27] Ibid, hal.219.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Oktober 2024
M S S R K J S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031