Di banyak majelis pelepasan siswa, sering terdengar ucapan syukur dan terima kasih atas jasa para guru. Tapi tak jarang pula terdengar bisik-bisik tajam: “Anakku sudah kelas 3 belum bisa baca, gurunya ngapain aja?”—Kalimat seperti ini harus diluruskan.
Mari jujur. Ada sebagian orang tua yang terlalu menggantungkan pendidikan anak pada sekolah atau madrasah, padahal di rumah tak pernah sekalipun mendampingi atau mengajar. Lebih parah lagi jika mereka berpendidikan tinggi namun merendahkan guru. Lupa bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama, bukan milik guru semata.
Anak-anak bukan robot. Mereka perlu pendampingan, perhatian, dan kebiasaan yang konsisten. Kalau di rumah tak pernah disentuh buku, tak pernah diajak membaca, lalu heran anak belum bisa membaca di usia 9 tahun—itu bukan salah guru. Itu alarm untuk orang tua.
Guru hanya punya waktu terbatas, dengan banyak siswa sekaligus. Sementara orang tua adalah guru pertama dan utama. Pendidikan yang sukses dimulai dari rumah.
Ada juga yang berkata: “Yang penting anak bisa baca Al-Qur’an, bukan baca buku biasa.” Kalimat itu seolah benar. Tapi mari luruskan.
Iya, bisa membaca Al-Qur’an itu penting, bahkan wajib. Tapi jangan remehkan ilmu umum seperti membaca dan menulis. Anak kita hidup di dunia. Bagaimana dia bisa menghafal ayat jika tak paham huruf? Bagaimana dia paham isi Qur’an kalau tak bisa membaca buku tafsir, tidak bisa menulis pemahamannya, atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik?
Islam tidak pernah menyuruh umatnya untuk meninggalkan ilmu dunia. Bahkan Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Itu berlaku untuk semua ilmu yang bermanfaat dan diniatkan karena Allah, bukan hanya ilmu agama.
Ilmu dunia, jika diniatkan untuk akhirat, jadi pahala. Seorang dokter yang membantu orang lain karena Allah, ilmunya menjadi amal jariyah.
Sebaliknya, ilmu agama, jika niatnya hanya untuk dunia—sekadar cari nama, pujian, atau popularitas—bisa jadi dosa. Seorang guru Al-Qur’an yang mengajar agar disebut alim atau “ustadz hebat” sedang memperdagangkan agama untuk dunia.
Jadi bukan soal ilmu dunia atau ilmu akhirat—tapi soal niat.
Jangan lagi berkata: “Yang penting akhirat, dunia nggak penting.”
Islam itu seimbang. Dunia adalah ladang akhirat. Ajari anak Qur’an, iya. Tapi jangan abaikan kemampuan baca tulis, berpikir logis, dan memahami ilmu umum. Karena anak kita akan hidup dan bekerja di dunia, sambil menapaki jalan menuju akhirat.
Anak yang pintar bukan hasil dari guru hebat saja. Tapi dari orang tua yang tidak menyerah, tidak melempar tanggung jawab, dan tidak cepat menyalahkan.
Sebelum bertanya kenapa anak belum bisa membaca, tanyakan dulu:
Sudahkah aku ajarkan dia sendiri di rumah? Atau cuma sibuk menyalahkan guru dari kejauhan?
Tinggalkan Komentar