Hakikat dan Pentingnya Evaluasi dalam Pendidikan Islam
Hakikat
Kajian filsafat yang meneliti hakikat sesuatu adalah ontologi. Ontologi dalam bahasa inggris ontology, berasal dari bahasa Yunani on artinya ada, dan ontos berti keberadaan. Dan logos adalah pemikiran. Jadi ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Secara ontologi pendidikan adalah hakikat dari kehidupan sebagai makhluk yang berakal dan berfikir[1]
Karakteristik ontologis menurut suparlan adalah :
Hakikat adalah realitas, yaitu kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan keadaan yang berubah-rubah. Hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu berujud, dengan kata lain hakikat adalah unsur utama yang mengujudkan sesuatu. Hakikat mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan suatu kemestian. Hakikat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah ubah.tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan.karena hakikat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensinya itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan. Keberadaanya itu disetiap tempat dan waktu tidak berubah. Tidak akan pernah ada suatu atrubut jika tida ada hakikat.
Contoh hakikat manusia. Hakikat merupakan inti pokok dari sesuatu, dengan hakikat itulah sesuatu bereksistensi. Maka pada manusia yang merupakan makhluk (ciptaan) Tuhan terbentuk atau terujud oleh dua faktor utama yakni jasad dan roh. Jadi hakikatnya itu juga sebagai esensi dari manusia yakni ikatan atau perpaduan ” jasad dan roh “. Dalam hal ini perlu diingat adalah setelah roh ditiupkan atau dimasukkan kedalam jasad oleh sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya menjadi nafs ( arab) atau jiwa ( Indonesia ).
Suatu hakikat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi dalam bereksistensi. Semua faktor utama hakikat itu terintegrasi atau menyatu dalam satu sistem. Dengan kata lain hakekat mengacu kepada hal-hal yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Juga tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Suatu hakikat lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat yang berubah-rubah, tidak parsial ataupun yang bersifat fenomenal. Maka yang namanya manusia (an-nas) adalah makhluk Tuhan yang memiliki “jiwa dan raga”. Keharmonisan ikatan (integritas) jiwa dan raga tersebut menjadikan manusia dapat bereksistensi (ber-ada). Hakikat dapat menjalankan fungsi-fungsi kemanusiaan dalam berbagai bentuk kegiatan. Pada ” hakekat ” itu terletak (terdapat) hal-hal lain yang menjadi atribut manusia. Seperti “manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk susila, manusia sebagai makhluk religius” ditetapkan sebagai apa yang harus dikerjakan di dalam keseharian hidupnya. Bukan pekerjaannya sebagai hakikat akan tetapi adalah “apa yang ada” pada diri manusia itu.
Jika jiwa berpisah dengan raga maka hilanglah sebutan manusia. Kalau jasad saja namanya mayat dan jiwanya berubah namanya kembali sebagai roh. Dengan demikian kalau satu saja di antara faktor utama itu yang ada maka manusia tidak bisa bereksistensi, apa yang disebut sebagai manusia tidak ada, dan fungsi-fungsi dari manusia itu tidak dapat dijalankan. Itulah yang disebut dengan manusia telah mati. Ketentuan itu berlaku dimana saja dan kapan saja.
Evaluasi
Secara bahasa (etimologi) evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran.[3] Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihân, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.[4]
Berikut penulis kutipkan kembali pengertian evaluasi secara terminologi menurut beberapa pakar yang berkompeten dibidangnya, diantaranya : Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[5] Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.[6] Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.[7] Edwind Wandt berpendapat evaluasi adalah: suatu tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu.[8] M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[9]
Dari beberapa pengertian evaluasi tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas.[10] Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.
Dalam evaluasi pendidikan ada empat komponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan yaitu pengukuran, tes, dan penilaian.[11] Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu.
Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentukkuantitatif.[12]
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. Asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. “processes that provide information about individual students, about curricula or programs, about institutions, or about entire systems of institutions”.[13] Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran, penilaian dan tes terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang menyeluruh, baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Prinsip-Prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai tersebut. Menurut Nana Sujana[14] bahwa penilaian hasil belajar hendaknya (a) dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan iterpretasi hasil penilaian, (b) menjadi bagian yang integral dari proses belajar mengajar, (c) agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif, (d) diikuti dengan tindak lanjutnya.
Mujib dan Mujakir[15], menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut :
Menurut Daryanto.[16] Betapapun baik dan sempurnanya prosedur evaluasi dilaksanakan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip lain sebagai penunjangnya, maka hasial evaluasipun kurang dari yang diharapkan. Karena itu perlu diperhatikan, yaitu :
Tujuan dan Fungsi Evaluasi dalam Pendidikan Islam
Menurut Anas Sudijonno[17], tujuan evaluasi pendidikan terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah mempunyai fungsi sebagai berikut:[18]
Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hamalik, bahwa fungsi evaluasi adalah untuk membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya, selain itu juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya.[19] Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai[20]
Kemudian, secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam[21] diantaranya :
Sementara itu, sasaran evaluasi pendidikan meliputi: peserta didik dan juga pendidik untuk mengetahui sejauhmana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[22] Menurut Abudin Nata, bahwa sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan materi pendidikan.[23] Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya melihat empat kemampuan peserta didik yaitu:[24]
Objek dan Subjek Evaluasi Pendidikan
Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai (evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 57 ayat 2 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Sedangkan, subjek evaluasi pendidikan adalah orang yang melakukan evaluasi dalam bidang pendidikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. pasal 78 dinyatakan bahwa evaluasi pendidikan meliputi:
Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan
Ruang lingkup evaluasi dalam pendidikan sekurang-kurangnya meliputi:
Jenis-jenis Evaluasi
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam menurut pandangan Ramayulis adalah:[26] a) Evaluasi Formatif, b) Evaluasi Sumatif, c) Evaluasi penempatan (placement), dan d) Evaluasi Diagnostik,
Langkah-langkah Evaluasi
Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:[27]
Sistem Evaluasi Pendidikan Islam, yaitu untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW kepada umatnya, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah Swt terhadap Nabi Ibrahim yang menyembelih Ismail putera yang dicintainya, untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dari pelajaran yang telah diberikan padanya, seperti pengevaluasian terhadap Nabi Adam tentang asma-asma yang diajarkan Allah Swt kepadanya di hadapan para malaikat, serta memberikan semacam tabsyîr (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk.
Ajaran Islam memberikan juknis dan juklak terhadap prinsip-prinsip dasar evaluasi. Evaluasi merupakan keniscayaan dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan pendidik. Diantara petunjuk dalam al Qur’an yang berkenaan dengan evaluasi, diantaranya terkandung dalam (QS. Al Baqarah : 31-32). Pertama, Allah Swt merupakan Pendidik (Murabbi) yang mengajarkan kepada Nabi Adam. Kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah Swt meminta kepada Nabi Adam agar mendemontrasikan ajaran-ajaran yang telah diterimanya. Keempat, materi evaluasi, haruslah materi yang telah diajarkan.
Kesimpulan
Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan adanya peningkatan kualitas program pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran membutuhkan informasi tentang implementasi program pembelajaran sebelumnya. Hal ini dapat diperoleh dengan dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran secara periodik.
Untuk lebih mengoptimalkan peran guru dalam evaluasi program pembelajaran, maka sebaiknya evaluator dalam evaluasi program pembelajaran merupakan kombinasi antara evaluator dari dalam dan evaluator dari luar dimana evaluator tersebut mempunyai integritas memehami materi, menguasai teknik evaluasi, objektif, cermat, jujur, dan dapat dipercaya.
[1] Hasan Basri, ibid, hal. 18.
[2] Suparlan Suhartono, ibid, hal. 112.
[3] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.
[4] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1,hal 183.
[5] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), hal 106.
[6] Abudin Nata, ibid, hal. 307
[7] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm 3
[8] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal. 338
[9]M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990
[10] Ramayulis, ibid, hal. 221
[11] http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.
[12] Abudin Nata,ibid, hal. 185.
[13] http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.
[14] Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : P.T Remaja Rosdakarya, 1990), hal.8-9.
[15] Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, 214. Lihat juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 225-226.
[16] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 19-21.
[17] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo, 2011), cet. 10, hlm. 16-17
[18] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), cet. ke 10, 224
[19] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), 212
[20] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 167
[21] Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan Prkatis, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), 77-78
[22] Muhammad Athiyah al-Abrasyî, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: dar Al-Ahya’, tt), 362
[23] Abudin Nata, ibid, hal. 308.
[24] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 162-163
[25] Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. (2005).
[26] Mujib, Muzakir, ibid, hal. 217
[27] Ibid, hal.219.
Tinggalkan Komentar