MI NOR RAHMAN NEWS – Ranah pendidikan. Kita persempit di lingkup sekolah atau madrasah, keberadaan wakil kepala (waka)merupakan parameter digdaya atau terseoknya sebuah sekolah dalam menyikapi era terkini. Era kekinian yang menuntut sekolah tak dapat lagi berpangku tangan, diam dalam menyikapi pelbagai perubahan yang terjadi secara signifikan.
Saya mungkin lebay atau anggaplah sedikit berlebihan jika menyebut Humas-maksudnya wakil kepala bidang humas-merupakan jabatan krusial dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Tanpa mengesampingkan jabatan wakil kepala lain seperti waka kurikulum, kesiswaan, sarana-prasarana, nyatanya humas memberikan kontribusi dalam membangun dan mencitrakan sekolah secara paripurna.
Prihal humas tidak hanya sekadar menerima tamu, memimpin rapat ataupun menyampaikan informasi-informasi kepada publik yang merupakan objek sasarannya. Sejatinya, ranah kebijakan kehumasan merupakan ranah yang kompleks. Di dalamnya perlu manajemen komunikasi, manajemen relasi serta tujuan untuk membangun saling pengertian antara sekolah dengan publik-publiknya baik internal maupun eksternal.
Program kemenajemen di atas mutlak diperlukan oleh seseorang yang menjabat sebagai waka humas. Hal ini mengingat sistem sosial yang dijalani dewasa ini telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang teramat pesat dan semakin kompleks. Perubahan-perubahan itu terjadi di setiap lini bidang kehidupan tak terkecuali dalam dunia pendidikan itu sendiri.
Disadari ataupun tidak, bahwa dunia pendidikan kita mengalami begitu banyak perubahan. Banyak kepentingan di luar dunia pendidikan berusaha memengaruhi proses pendidikan. Ada kepentingan yang terkait langsung dengan dunia pendidikan, ada juga kepentingan yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan.
Dalam perspektif ini, ketika masyarakat luar mempermasalahkan tingginya biaya pendidikan atau hasil pendidikan yang belum sesuai dengan harapan, yang lebih sering terdengar adalah perspektif dari mereka yang berada di luar lembaga sekolah. Pandangan mereka yang berada dalam sistem sekolah sangat sedikit sehingga nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk isu yang disebarkan melalui berbagai saluran komunikasi, mulai dari media sosial sampai media massa dan media komunal.
Banyak ungkapan yang terkesan bijak datang dari pengelola sekolah, yaitu menanggapi berbagai kritik yang datang itu dengan prestasi. Namun, prestasi yang dimaksudkan ternyata jarang dikomunikasikan sehingga masyarakat luas tidak mengetahui adanya prestasi. Kabar buruk kadang lebih lebih banyak menyebar ketimbang kabar baik yang datang dari dunia pendidikan.
Dari sinilah, humas sekolah diperlukan untuk meperbaharui arus komunikasi dua arah yang seimbang. Seorang humas harus mampu melihat kompleksitas sosial yang begitu cepat bergerak di masyarakat. Ada pihak yang merasa metode dan konsep pendidikannya yang paling benar dan harus dijalankan untuk memperbaiki mutu pendidikan. Ada pihak yang terus mengawasi pendidikan dan menunjukkan kesalahan proses pendidikan tanpa pernah memberikan solusi. Ada juga warga masyarakat yang terus mengeluhkan biaya pendidikan, khususnya biaya sekolah, yang makin hari makin mahal. Dan setiap harinya tentu akan muncul permasalahan-permasalahan yang lainnya.
Kondisi seperti itu tentu membutuhkan pendekatan kehumasan dalam mengatasinya. Memang humas bukan satu-satunya pemberi solusi pada masalah tersebut. Namun peran humas dalam hal tersebut dipandang cukup sentral.
Salah satu cara yang ditempuh sekolah guna mengimbangi informasi yang tidak sehat mengenai sekolah. Diperlukanlah sebuah sarana komunikasi yang harus memadai. Sekolah tidak lagi merasa cukup untuk mempublikasikan kegiatannya melalui uraian lisan, semua kegiatan dan prestasi yang diraih akan dinformasikan melalui teknologi berbasis internet atau kalau perlu media massa/elektronik. Tentu untuk hal tersebut diperlukan kemampuan professional seorang humas untuk mengembangkan dan menjalankan rencana komunikasinya melalui media yang dimaksud.
Dengan demikian, adanya bidang hubungan masyarakat di sekolah menunjukkan tersedianya jembatan penghubung antara stakeholder atau publik yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah tersebut dengan pihak sekolah. Dengan tersedianya jembatan tersebut, lalu-lintas informasi dalam komunikasi antara sekolah dengan publik bisa berjalan lancar.
Umpan balik yang diperlukan manajemen sekolah pun akan memiliki saluran sehingga manajemen sekolah bisa cepat tanggap terhadap apa yang berkembang di masyarakat
Sayangnya, dalam praktik keseharian, sering kita lihat tugas-tugas kehumasan itu terkadang dipersempit hanya untuk urusan publikasi/dokumentasi, membuat pengumuman. Atau ada kalanya humas hanya difungsikan sebagai jabatan ‘asal ada’ di sekolah.
Sehingga tidak mengherankan bila penyempitan makna humas berimbas pada minimnya anggarapa kehumasan. Dengan anggaran yang minim tersebut, program-program kehumasan yang telah disusun kiranya tidak dapat berjalan secara ideal. Semisal, bidang humas memerlukan sarana informasi terpadu berbasis multimedia dengan jaringan berbasis internet. Humas memerlukan website sekolah yang harus up date guna kepentingan informasi. Guna nilai jual sekolah humas akan menerbitkan bulletin atau majalah digital dsbnya.
Memang anggaran sekolah sangat terbatas. Akan tetapi, tentu ada solusi agar anggaran kehumasan tetap menjadi perhatian.
Akhmad Hasbi Wayhie,”Humas Sekolah Bukan Jabatan “Asal Ada”
https://kalsel.kemenag.go.id/opini/744/Humas-Sekolah-Bukan-Jabatan-%EF%BF%BD (diakses pada 29 September 2022, pukul 12.02
Tinggalkan Komentar